Monday, January 9, 2017

Saat Memilik IMPIAN Adalah Sebuah Kemewahan

Ya setidaknya judul itu benar2 melukiskan kondisi aku selama ini. 

Memiliki IMPAIN yang besar merupakan kemewahan tiada tara bagi seorang Adlin. Karena aku dididik untuk selalu melihat kenyataan & menerima kenyataan seada2nya. Tidak lebih, BOLEH KURANG. Jika lebih, maka cap sebagai PEMIMPI yg tidak sadar diri pun akan langsung disematkan padaku.

Bayangkan jika hal itu terjadi padamu lebih daro 25 tahun masa hidupmu. Pakah kamu akan bertahan? Banyak yg mengatakan TIDAK. Tapi aku tidak memiliki pilihan lain selain BERTAHAN.

Ada kalanya dada ini terasa panas, berdegup amat kencang, & terasa sakit karena ingin meledak. Namun selalu tertahan & berubah menjadi tangis pilu di sela2 malam sebeum tidurku. Tak jarang aku menagis hingga larut malam & aku pun tertidur karena lelah. Bahkan perkucoba mengakhiri hidupku dengan membentur2kan kepalaku hingga berdarah karen emosi yg tertahan. Tetapi semua BUNTU.

Aku terlahir dari kondisi serba terjepit. Ayah & Ibu yg terbuang & terasing dengan segala keterbatasanku. Aku mencintai seni melebihi apapun meskipun aku tergolong anak yg cerdas di bidang lain. Aku bisa dengan mudah menyerap sebagian besar ilmu pengetahun yg diberikan padaku apapun bentuknya. Hafalan, eksakta, ilmu bumi, sejarah...you name it! Tapi impian terbesarku adalah bekerja disebuah ruang yg indah berwarna putih di pojok rumahku sendiri & menghasilkan KARYA yg bisa dimanfaatkan oleh banyak orang atau bisa membantu banyak orang. Ya impian Adlin kecil bukanlah menjadi seorang dokter atau insinyur, tetapi mejadi seorang seniman, artis, atau psikolog yg dari hasil kerja tangannya & jiwanya  mampu menyentuh hati setiap orang.

Tapi itu bukan yg diharapkan orang tuaku. Aku harus mengubur &membuang jauh2 impianku. Masa laluku yg kelam mengubur harapanku & membuatku takut melangkah & menentukan jalan hidupku sendiri tanpa pendampingan orang tua. Hidupku yg menjadi target berjalan membuatku sulit bergerak di luar pengawaasan orang tuaku.

Keadaan mulai berubah saat aku menikah. Suamiku adalah supporter utamaku. Dia mengizinkan aku melakukan apapun yg aku inginkan selama masih dalam garis batas akidah Islam.

Namun malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Saat dukungan itu datang, kondisi mendesak yg memaksaku menggantungkan hidup sementara ini ke orang lain sekali lagi mengikat kakiku & membuatku tak mampu bergerak sesuai kehendak hatiku. 

Kini aku hanya mampu berdoa & berujar...Ya Allah, tolonglah aku...Karena aku tidak sanggup lagi berdiri & berlari, namu aku ingin tetap meraih impianku...

 
 
Jakarta, 09 Januari 2017, 23.53
For you with love💕 
ADLIN HAFIDZA
 

No comments:

Post a Comment